Blog Sita Rosita - Selasa, 16 April 2013│Pukul 07:55 wib
“Bisikan
Semilir Angin Pagi”
Karya:
Slamet Priyadi
Selasa,
16 April 2013│05:43 WIB
Semilir angin yang berhembus perlahan di
pagi hari
Saat aku melangkah tertatih turuni jalan
setapak sepanjang bukit Parigi
‘tuk lemaskan otot kaki yang sudah lima hari ini terasa kaku, perih, nyeri
di jemari
Bisikkan kata-kata di telinga penuh arti
dan makna
Wahai manusia, makhluk Khalik Sang
Pencipta
Apa yang sudah kau lihat tentang tingkah
polah manusia di dunia
Dengan segala sifat serakah, tamak,
sombong, angkuh busungkan dada, sok kuasa
Sifat iri dan dengki, hujat menghujat, hasat
menghasut penuh fitnah keji
Ekploitasi alam, di udara, di laut, di
hutan, dan di bumi
Bahkan di dalam birokrasi yang penuh
intrik-intrik dan korupsi
Jauh dari religi dan tak bisa ditolerir
lagi adalah pelajaran bagimu yang nyata
Agar isi dan lakukan amal perbuatanmu di
dunia
Sepenuhnya dengan dasar etika dan
perilaku agama
Wahai manusia, makhluk Khalik Sang
Pencipta
Jika Rab kita, jika Tuhan kita sirnakan
kasih-Nya
Jika Sang Khalik, Sang Pencipta Semesta
ini murka
Maka tiada satu pun makhluk di dunia
yang mampu dan bisa menunda, mencegah, dan
meredamnya
Karena itu wahai manusia…
Sadarlah, sadarlah, sadarlah!
Dan, camkanlah!!!
Kp.
Pangarakan 2013
"Inspirasi
Dari Kali Sadane"
Karya
Slamet Priyadi│Sabtu, 16 Maret 2013│21:45 WIB
Gemericik air Sungai Sadane
Bunyi kemerisik daun bambu
Gema suara serangga-serangga malam
Lantunkan nada-nada
Dendangkan harmoni tembang malam
Menguak sepi di malam nan sunyi
Ku langkahkan kaki menuruni tebing
Sungai Sadane
Melalui jalan setapak bertangga batang
kayu
Di atas sebongkah batu sebesar kerbau
Aku duduk sambil tengadahkan kepala ke
langit biru
Dan, di atas sana ku lihat jutaan
bintang kemintang
Sang Dewi Malam dengan cahayanya yang terang benderang
Sejukkan hati nan gundah, tenangkan
pikiran nan bimbang
Lenyapkan rasa amarah berang kepalang
Terhadap manusia tamak, pongah dan
serakah
Seperti nyamuk-nyamuk penghisap darah
yang terus menggigit
Dan tak mau berhenti sebelum perutnya
membuncit
Kp.
Pangarakan – Bogor
"Gelegar
Pertala"
Karya Slamet Priyadi Blog│Selasa, 05 Maret
2013│06:30 WIB
Geram gelegar pertala usik marcapada
Saksikan prilaku dan ulah manusia
Yang tak lagi berunggah-ungguh kedepankan
etika
Sana sini hanya umbar syahwat
Nafsu angkaranya pun kian menggeliat
Yang digugu dan ditiru lenyapkan rasa
malu
Yang digdaya dan kuasa cengkeramkan kuku
Pancanakanya pun kian menghujam
Membenam semakin dalam
Menusuk jantung dan merobek selimut
social
Masyarakat kecil yang kian melemah,
gontai dan lunglai
Tiada berdaya…
Ya, yang tak lagi punya daya dan upaya
Slamet
Priyadi Kp. Pangarakan-Bogor
P i t u a h S e g u m p a l A s a p R o k o k
Karya Slamet Priyadi Blog│Jumat, 28 Desember 2012│09:30 WIB
Selepas
tidur suntuk semalam, di pagi cerah ini, aku minum secangkir kopi
Terasa
dada ini menghangat meski sedikit menyengat
Sambil
menghisap sebatang rokok, aku tatap jendela rumah
Nampak
bingkai kayunya mulai rapuh-ruah
Pikirku
pun jadi menerawang ya, begitulah aku sekarang
Semakin
tua usia lekang, semakin merenta tulang-tulang
Kembali
aku hisap rokok yang ada di jemariku
Asapnya
mengepul-ngepul kelabu, berputar-putar di depan mataku
Melayang-layang
di telinga seperti berbisik dan berkata-kata,
"Usia tuan semakin lanjut dan berkurang, apa
yang sudah tuan persiapkan dari sekarang
‘tuk bekal tuju ke Maniloka alam kelanggengan"
Segera
aku matikan rokok di jemari melangkah gontai dan lunglai
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Tuhan,
dosa-dosaku semakin merebak, hingga kini pun belum jua terkuak
Aku
jauh dari-MU, dan semakin jauh dari-MU, gerakkanlah hati hamba-MU,
Berikanlah
kasih-MU, berikanlah rahmat-MU agar aku dekat, dan kembali ke jalan-MU
Amieeen......
Amieeen......
Slamet Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Carmuka
Denmas Priyadi Blog│Senin, 17 Desember 2012│07:16
WIB
Adalah
sudah merupakan kebiasaan kebanyakan orang-orang kita
Suka
dan gemar sekali cari muka
Sana-sini
mencaci, sini-sana memuja
Di
depan menjilat-jilat lidahnya pintar bersilat
Ketika
kepentingannya tak didapat, dia pun melompat ba’ kutu loncat
Janji
‘tuk loyal prasetia, dengan puji dan puja lupalah semua
Kesetiaan
yang tersisa hanya kepentingan semata
Di
belakang menista tiada henti cari kesalahan di sana-sini
Di
depan menjilat-jilat menyosorkan diri
Dengan
alibi demokrasi bicaranya ceplas-ceplos tanpa isi, tanpa basa-basi
Asalkan
senanglah di hati
Yakh,
begitulah memang prilaku diri
Si
Carmuka yang suka cari muka di sana dan di sini
Slamet
Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Kau
Tak Pernah Mau Sirna
Denmas Priyadi Blog│09 Desember
1978│08:45 WIB
Sudah tiga puluh satu warsa sejak taqdir
pisahkan kita
Bayang-bayangmu Lutfia, masih jua tak pernah mau sirna
Dari benakku, bahkan dari jiwaku, dan segala rasa
ini semakin menyiksaku
Segala daya, segala upaya telah aku coba
Memecah cermin kalbu, mengoyak tabir
rindu, melepas rantai
belenggu
Bahkan aku kepakkan sayap terbang kembara ke alam dewangga ‘tuk lupakan
segala lara
Namun, kau masih jua tak pernah mau
sirna dari benakku,
dari kalbuku
Dan kenangan itu, serta gelora
rasa ini, bahkan selalu mendera hari-hariku
Menteror jiwaku di setiap waktu
Slamet
Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
"Sajak
Dari Bukit Parigi"
Denmas Priyadi Blog│Minggu, 16 Des. 2012│09:25
WIB
Meniti jalan setapak di kaki bukit
Parigi
Saat cahaya Mentari pagi menelusup
celah-celah daun bambu
Di simpang kelok jalan bertugu batu
Nampak dua ekor anjing berpadu satu saling
ungkapkan hasrat nafsu
Merasa terganggu atas kehadiranku
Keduanya menyalak keras ke arahku seakan
protes dan berkata
“Wahai manusia, kami bukan sepertimu yang
memiliki etika dan rasa malu
Jadi, silahkan lewati jalan ini, dan angan
ganggu kenikmatan kami”
Kemudian
aku pun berlalu
Melewati gundukan semak-semak jalan
setapak
Di balik rimbunnya daun bambu dan pohon
salak
Nampak di sana, dua ekor kera jantan dan
betina sedang ungkapkan hasrat senggama
Merasa terganggu atas kehadiranku, keduanya,
dengan wajah galak mata terbelalak
Menatap garang ke arahku seakan protes
dan berkata,
“Wahai manusia kami bukan sepertimu yang
memiliki etika dan rasa malu
Jadi, lewati jalan ini dan jangan ganggu
kenikmatan kami”
Kemudian akupun segera berlalu
Tak terasa waktu berganti, Surya
pagisemakin meninggi
Aku terus melangkah meniti jalan setapak
di kaki bukit Parigi
Melewati kebun yang buahnya mulai ranum
Melewati pematang sawah yang padinya
mulai menguning
Dua wanita jelita menyapa dengan tingkah
menggoda yang mengundang hasrat jiwa
“Wahai tuan kami tahu, tentu tuan seperti
yang lain
Mampirlah di kedai kami, di sini ada
kopi kehangatan
Sesuai dengan selera dan rasa yang tuan
inginkan”
Dan akupun terus berlalu
Ketika peluh membasahi seluruh tubuh
Ketika rasa lelah mulai mengeluh
Aku putuskan untuk henti berjalan
Rehat, istirahat kembali segarkan badan
Segera aku hampiri kedai di ujung jalan
Pesan secangkir kopi dan setatakan
gorengan
Dengan lemah gemulai dan kemayu
Perempuan kedai itu buatkan kopi
pesananku
Sambil tawarkan hasrat tak malu-malu
“Wahai tuan, tadi ada tiga orang dari
kota sama seperti tuan
Dan, sekarang pun masih di dalam biasa
tuan, cari belai-belai kehangatan
Apakah tuan juga berkeinginan sama
seperti mereka?”
Ucap perempuan itu sambil tertawa
cekikikan
Tiada kata-kata terucapkan segera aku
bayar secangkir kopi dan gorengan
“Benar-benar tak punya etika dan rasa
malu”
Aku menggerundel, dan segera berlalu
dari kedai itu
Slamet
Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
Slamet
Priyadi
Kp.
Pangarakan-Bogor
"Sang
Rajawali Garuda"
Denmas Priyadi Blog | Minggu, 23 0ktober 2011| 01:30 WIB
Kau
Rajawali, Garudaku…
Digjaya,
perkasa nan gagah perwira
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Kau Rajawali, Garudaku...
Kini tak gagah dan perkasa lagi
Bintangmu nyaris tak berlima segi
Bantengmu
seakan tak bertaji
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Kau Rajawali, Garudaku...
Hayo, keluarkanlah daya
saktimu
Terbanglah tinggi-tinggi
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Slamet
Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
"Inspirasi
Dari Sungai Sadane"
Karya
Slamet Priyadi│Sabtu, 16 Maret 2013│21:45 WIB
Gemericik air Sungai Sadane
Bunyi kemerisik daun bambu
Gema suara serangga-serangga malam
Lantunkan nada-nada
Dendangkan harmoni tembang malam
Menguak sepi di malam nan sunyi
Ku langkahkan kaki menuruni tebing
Sungai Sadane
Melalui jalan setapak bertangga batang
kayu
Di atas sebongkah batu sebesar kerbau
Aku duduk sambil tengadahkan kepala ke
langit biru
Dan, di atas sana ku lihat jutaan
bintang kemintang
Sang Dewi Malam dengan cahayanya yang terang benderang
Sejukkan hati nan gundah, tenangkan
pikiran nan bimbang
Lenyapkan rasa amarah berang kepalang
Terhadap manusia tamak, pongah dan
serakah
Seperti nyamuk-nyamuk penghisap darah
yang terus menggigit
Dan tak mau berhenti sebelum perutnya
membuncit
Kp. Pangarakan
- Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar