Selasa, 09 Juli 2013

ANAK SUKA BERBOHONG


Anak

Blog Sita Rosita - Rabu, 10 Juli 2013 - 06:11 WIB - Besar kemungkinan anak suka berbohong dikarenakan orang tua sering melarang anaknya untuk mengatakan sesuatu kejadian atau peristiwa yang memang benar-benar terjadi. Dalam arti anak sesungguhnya ingin mengatakan sesuatu yang benar akan tetapi oleh karena alasan tertentu, orang tua melarang anaknya untuk mengatakan sebenarnya. Sebagai gambaran ilustrasi, “Suatu ketika secara terus terang Jagad mengatakan kepada ibunya, bahwa adiknya yang bernama Jayeng pernah dicubitnya sampai menangis karena sering menggangu saat ia sedang belajar”. Mendengar keterusterangan kata-kata dari Jagad anak pertamanya itu, sang ibu justru dengan sangat marah malah memarahinya bahkan menampar kedua pipinya. Perlakuan ibunya yang dirasakan tidak adil ini tentu membuat Jagad menjadi kecewa, meskipun atas tindakan ibunya itu dia tidak melakukan reaksi melawan, dia hanya diam.

Pada peristiwa berikut, saat Jagad sedang belajar mengerjakan pekerjaan rumah, PR dari gurunya di sekolah, adiknya Jayeng datang menggangunya kembali akan tetapi Jagad membiarkan saja meskipun di dalam hatinya ia sangat kesal dan mendongkol. Pada saat itu ibunya datang dan Jagad berkata pada ibunya, bahwa ia sangat mencintai dan mengasihi adiknya, Jayeng. Oleh karena itu dia tidak marah lagi kepada adiknya meskipun sudah mengganggu belajarnya saat mengerjakan pekerjaan rumah. Mendengar penuturan Jagad  ibunya langsung merangkulnya dan mencium kedua pipinya, “Nah, begitulah! Kamu harus sayang kepada adikmu Jayeng”. Ya, Jagad  terpaksa berkata bohong kepada ibunya agar tidak kena marah lagi, karena berkata yang benar justru ia mendapat marah dan tamparan.

Nah sobat, dari  gambaran peristiwa di atas bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa berbicara benar membuat seorang anak seperti Jagad, justru malah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, merasakan kesakitan, dicubit bahkan ditampar oleh ibunya, sedangkan dengan berkata bohong mengatakan yang bukan sebenarnya mendapatkan sesuatu yang menyenangkan.  Tentu pengalaman itu mengajarkan kepada anak bahwa ibu ternyata lebih menyukai kepada anaknya yang berbohong.  Hal seperti inilah yang acap kali dikeluhkan oleh seorang ibu karena anak-anaknya sering berbohong.  Orang tua terutama seorang ibu sering kali menyalahkan anak-anaknya yang sering kali berbohong.  Padahal secara tak disadarinya, kelakuan dan sikap anak untuk berbicara bohong itu akibat dari prilaku dan tindakannya sendiri dalam menyikapi suatu kejadian di dalam keluarga yang berkait dengan anak-anaknya itu. Dan kesukannya untuk bicara bohong dari anak-anaknya itu secara tak disadari oleh orang tua merupakan cermin dari hasil didikannya sendiri.

Bohong adalah berbicara yang tidak sebenarnya dan itu dilalakukan dengan sengaja yang bertujuan untuk memperdayakan orang lain.  Dengan kata lain berbohong meliputi tiga factor, yaitu:

1. Berbicara tidak dengan sebenarnya 
2. Dilakukan dengan  sengaja 
3. Bertujuan untuk memperdaya orang lain

Nah, apabila orang tua menginginkan anaknya berkata dan bersikap jujur dan tidak berbohong, mulailah dari sekarang untuk mau menerima penjelasan dan kata-kata yang disampaikan oleh anak. Dengarkanlah terlebih dahulu sampai anak selesai mengungkapkan isi hatinya. Jelasnya orang tua harus bersedia mendengarkan dan menerima sesuatu baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, mau menerima suatu kebenaran baik kebenaran baik maupun buruk yang dinyatakan oleh seorang anak. Jangan sampai anak merasa takut untuk mengungkapkan isi hatinya karena pada umumnya anak sangat memperhatikan reaksi orang tua terhadap ekspresi perasaannya. Sikap dan reaksi-reaksi dari orang tuanya itu yang akan menjadi pijakan atau keputusan yang diambil anak, apakah ia akan bersikap jujur atau berbohong. Jika orang tua  menghukum anaknya yang sudah berkata sebenarnya, jujur dan tidak berbohong, tentunya seorang anak akan termotivasi untuk berbohong sebagai tindakan bela diri atau pertahanan diri.

Referensi
Drs. Dewa Ketut Sukardi. “Psikologi Populer” Ghalia Indonesia. Jakarta 1987)

Penulis
Slamet Priyadi

1 komentar:

  1. Orang tua harus bersedia mendengarkan dan menerima sesuatu dari anak baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, mau menerima suatu kebenaran, baik ataupun buruk yang dinyatakan oleh seorang anak

    BalasHapus