Burung Tinggalanak (Burung Emprit) |
Blog Sita Rosita - Rabu, 08 Juli 2013 - 02:38 WIB - Adik-adik, sudah lama kak Sita tidak bercerita lewat blog ini. Sekarang, kak Sita mau bercerita tentang seekor burung Jawa, namanya burung “Emprit” dan burung ”Tinggalanak”yang berasal dari negeri Mesir.Menurut ceritanya, burung emprit adalah jenis burung bertubuh kecil, berbulu hitam berkilauan. Konon menurut yang empunya cerita, burung emprit mampu terbang ribuan kilo meter jauhnya tanpa merasa lelah sedikitpun.Mirip dan beda sedikit dengan burung emprit yang bertubuh kecil adalah burung tinggalanak yang asalnya dari negeri Mesir. Burung tinggalanak juga berbulu hitam, hanya tubuhnya lebih kecil dibanding burung emprit. Yang unik dari burung tinggalanak adalah bunyi suaranya yang begitu menyayat. Terdengar sangat memilukan seperti perasaan orang yang sedang ditinggal mati oleh orang yang sangat dikasihinya.
Bagi
sebagian masyarakat di daerah Jawa terutama Jawa Tengah, Jawa barat dan
masyarakat Jakarta, burung ini dipercaya burung pembawa berita kematian.
Apabila sebuah kampung didatangi burung tinggalanak ini dan berbunyi
berulang-ulang di kampung tersebut, itu suatu pertanda bahwa akan ada salah
satu anggota keluarga di kampung itu yang akan meninggal dunia. Bahkan ada sebagian orang menyebut burung tinggal
anak ini dengan nama burung syetan. Bunyi
suara burung tinggal anak ini kalau didengarkan baik-baik seperti kata-kata
dalam bahasa Jawa: “Pit...pit...pit...pit...pit...
balikno Mesirrrr...!”Artinya kira-kira demikian, “prit, prit, prit... kembalikan saya ke Mesir”.
Nah,
adik-adik! Kenapa bunyi suara burung tinggalanak bisa seperti itu? Menurut cerita dari orang tua kakak, dulu
ketika kakak masih kecil saat mau tidur, sering didongengkan berbagai macam
cerita. Jika belum didongengkan kakak belum mau tidur. Salah satu cerita yang didongengkan
itu adalah cerita dongeng burung emprit dan burung tinggalanak ini. Beginilah
ceritanya!
Suatu ketika
burung emprit mengembara ke negeri Mesir yang menurut kabar berita negeri yang
sangat kaya dan sudah sangat maju tingkat peradabannya. Memiliki hutan dengan pepohonan
yang sangat lebat. Begitu pula dengan hamparan persawahan yang luas, subur
dengan padinya menguning di setiap saat. Berita ini telah membuat hati burung
emprit tergiur dan terpesona untuk pergi ke negeri Mesir. Maka tanpa berpikir
panjang, apakah cerita itu benar atau tidak, tanpa basa-basi lagi terhadap sesama
handai tolan dan keluarganya di Jawa, burung emprit pergi mengembara ke negeri
Mesir untuk melampiaskan keingintahuannya tentang negeri yang kaya dan subur
itu. Burung emprit pun segera terbang tinggi-tinggi, jauh melewati beberapa
negeri, menyeberangi luasnya samudra.
Di setiap
negeri yang disinggahi, Ia tak lupa bertanya kepada burung-burung yang
berpapasan dengannya, dimana letak negeri Mesir itu. Suatu ketika ia berpapasan
dengan seekor burung camar yang sedang melintas di atas laut negeri Malaysia,
“Wahai sobat, apakah sobat tahu di
manakah letaknya negeri Mesir itu?” Berkata burung emprit saat berpapasan dengan burung
camar yang sedang terbang di atas samudra, laut negeri Malaysia
.
“Oh, anda terus saja terbang menuju
arah utara! Negeri tersebut masih sangat jauh dari sini, tetapi anda jangan
putus asa karena Mesir adalah negeri yang sangat makmur, begitulah cerita yang
saya dapat dari burung-burung yang sudah pernah berkunjjung ke sana!” Demikian jawab burung camar yang
dijumpainya itu.
Tentu saja
mendengar jawaban yang senada dengan berita yang telah didapatnya di negeri
Jawa itu, membuat tekad sang burung emprit semakin kuat. Ia pun segera
mengepakkan sayapnya lebih kuat lagi terbang ke arah utara menuju negeri Mesir.
Alkisah,
negeri Thailand, Jepang, India bahkan negeri China telah dilaluinya. Singkat
cerita, maka sampailah burung emprit di negeri Mesir. Akan tetapi yang dilihat
di sana tidak seperti kabar yang didapat. Ia hanya melihat dataran luas dengan
pepohonan yang terpisah-pisah, tak ada hamparan hutan dan persawahan dengan
padi yang menguning seperti di negeri Jawa. Sang burung emprit terus masuk ke
dalam lagi melintasi daerah perkotaan yang ramai dengan lalu lalang orang-orang
mesir dengan segala aktivitasnya di sebuah pasar yang cukup ramai.Sang emprit
Jawa terus kepakkan sayapnya. Tubuhnya yanglelah dan haus mulai mengganggu daya
terbangnya. Akan tetapi ia tak putus asa, semangatnya untuk mencapai negeri
Mesir dengan segala kemewahan dan kekayaan alamnya tidak membuat ia patah
semangat. Dan, ia pun terus kepakkan sayapnya terbang melintasi kota-kota dan
dataran luas di negeri Mesir.
Di suatu
tempat yang nampak subur dengan sedikit ditumbuhi pepohonan dan sungai yang
airnya begitu jernih, sang emprit melepaskan lelahnya. Ia bertengger di sebuah
dahan pohon memakan buah yang ada di pohon itu. Sejenak kemudian ia menukik ke
sungai untuk minum melepaskan rasa hausnya dan kembali bertengger di dahan
pohon sambil kepalanya menoleh ke arah kiri dan kanan barang kali ada sebangsa
burung lain di daerah itu.
Ketika ia
sedang merenung dengan apa yang sudah dilakukan, pergi mengembara dari Jawa
hingga sampai di negeri Mesir, tiba-tiba datang mendekati seekor burung betina
berbulu halus berwarna hitam mirip seperti dirinya yang tak sungkan-sungkan dan
malu-malu langsung menyapanya dengan ramah dan sopan,
“Kawan, perkenalkan nama saya
Tinggalanak, saya bertempat tinggal di pohon yang ada di seberang sana itu!
Nampaknya anda burung asing di tempat ini, dari manakah asal negeri anda?” Tanya burung Mesir kepada burung
emprit Jawa sambil memperkenalkan nama dan tempat tinggalnya.
“Oh, ya... ya...! burung Emprit Jawa menjawab agak
tergagap karena ia tak menyangka ada jenis burung yang datang menghampiri dan
langsung menyapanya dengan penuh keramahtamahan. Setelah menarik napas
dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu ia pun melanjutkan kata-katanya,
“Nama saya Emprit Jawa berasal dari
negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara. Adapun kedatangan saya ke negeri Mesir
ini karena saya terpesona oleh keindahan dan kemegahan serta segala kemewahan
dan kesuburan akan alamnya yang saya dengar dari berita teman-teman saya yang
pernah singgah di negeri anda ini!”
“Oh,begitukah? Jawab burung Mesir sedikit
terperanjat, lalu meneruskan kata-katanya kembali, “tapi apakah malah bukan sebaliknya? Negeri andalah yang sudah terkenal
ke peloksok negeriakan keindahan, kesuburan serta keramahtamahan penduduknya.
Sungguh ketenaran negeri anda Jawa Dwipa Nusantara itu sudah sampai ke negeri
kami, Mesir! Dan, sebagai tanda persahabatan kita, saya persilahkan anda untuk
beristirahat sepuasnya di tempat hunian kami di pohon seberang itu! Burung
Mesir dengan segala keramahtamahannya mempersilahkan burung emprit untuk
singgah beristirahat di tempatnya.
Menerima
tawaran persahabatan dengan segala keramahtamahan dan kebaikan dari burung
Mesir, burung Emprit Jawa menjadi senang dan tak mau menghilangkan kesempatan
yang baik itu. Maka ia pun menerima tawaran itu dengan perasaan suka citalalu
berkata kepada burung Mesir yang bernama Tinggalanak itu,
“Ya, ya, ya...Tinggal anak! Sungguh
anda baik hati dan ramah sekali. Terus terang saya benar-benar merasa terpuji
namun sedikit risih menerima persahabatan ini karena kita baru saja bersua di
tempat ini”. Berkata
burung Emprit Jawa sambil menatap mata burung Mesir yang bening itu.
“Mari Emprit, kita terbang ke pohon
di seberang itu! Di sanalah tempat tinggal kami bersama kedua anak kami yang
masih kecil-kecil”. Demikian
ajak burung Mesir dengan terus terang kepada burung emprit Jawa sambil kepakkan
sayap terbang menuju ke pohon sebelah, sementara emprit Jawa mengikutinya dari
belakang.
Sebentar
kemudian sampailah keduanya di tempat tinggal burung Mesir. Di sana nampak
kedua anak dari burung Mesir yang masih kecil dengan bulu-bulunya yang mulai
tumbuhmenghiasi tubuhnya. Saat melihat kehadiran induknya, keduanya mencicit
gembira dan langsung masuk ke dalam ketiaksayap ibunya.
“Nah, ini kedua anak kami! Usianya
baru dua bulan, sebenarnya kami masih dalam suasana berduka karena tiga bulan
yang lewat ayahnya telah meninggalkan kami, ia tewas tertembak tak disengaja
oleh dua orang pemburu yang datang kemari berburu kuda Nildi sungai itu”. Dan
kedua anak kami ini tak sempat melihat wajah ayahnya”.
“Oh, begitukah? Sungguh saya merasa
prihatin dan empatik sekali dengan musibah yang telah menimpa keluarga anda,
Tinggalanak. Akan tetapi, lalu bagaimana anda bisa menyusui kedua anak anda itu
dengan tenang, sementara saya melihat tempat ini begitu sangat rawan bahaya
dari bangsa ular pemangsa yang sewaktu-waktu bisa merayap ke pohon ini?”
“Sebenarnya itu salah satu yang
menjadi pemikiran saya, Emprit Jawa”. Jawab burung Mesir sambil mempersilahkan kepada burung
Emprit Jawa untuk menyantap buah-buahan yang masih bergantung di pohon tempat
tinggalnya itu. Lalu melanjutkan pembicaraannya lagi, “Saya merasa, mungkin ini sudah menjadi nasib kami karena di luar sana
pun belum tentu lebih aman dari tempat ini. Dan akhir-akhir ini malah lebih
banyak para pemburu kuda Nil yang datang ke daerah ini. Belum lagi bangsa ular
pemanjat dan burung pemangsa yang tubuhnya besar selalu memonitor kami di sini.
Sungguh kami sangat mengkhawatirkan akan hal tersebut, terutama untuk kedua
anak kami yang masih kecil ini”. Mendengar kata-kata seperti itu dari
induknya, kedua anaknya semakin menelusupkan tubuhnya ke balik sayap induknya
seakan mereka sudah mengerti dan faham dengan situasi dan keadaan yang terjadi
dengan mereka.
Saat sedang
asyik-asyiknya mereka berbincang-bincang, tak disadari oleh mereka bahwa ada
seekor ular berwarna hijau kecokelatan dengan sisik berwarna kuning di
kepalanya, merayap mendekati mereka mengintai kedua anak burung Mesir hendak
memangsanya.Untung saja burung emprit Jawa melihat ular itu. Ia memang sudah
mewaspadai akan keadaan seperti ini yang sewaktu-waktu bisa terjadi menimpa
keluarga burung Mesir. Ia pun berkata kepada burung Mesir dengan sikap yang
lebih tenang agar burung Mesir dan anak-anaknya tidak gugup melihat dan
menghadapi keadaan seperti ini,
“Tinggalanak, kau lihat itu! Seekor
ular hijau kecokelatan yang bertubuh cukup besar sedang merayap kemari. Sebaiknya mari kita bawa kedua anakmu ke tempat yang lebih
aman sebelum ular itu memangsa kita dan kedua anakmu yang masih kecil-kecil dan
belum bisa terbang itu ke tempat yang lebih aman, ya ke pohon yang pertama saya
singgahi tadi”. Dengan cepat
burung emprit Jawa membawa salah satu dari kedua anak burung Mesir, sementara
burung Mesir membawa anaknya yang satunya lagi. Mereka berdua terbang menuju
pohon yang tadi disinggahi oleh burung emprit Jawa. Dan selamatlah jiwa mereka
dari bahaya yang barusan mengancam dan hampir saja melenyapkan jiwanya.
Di atas dahan dengan daun-daun yang didapat di sekitar pohon yang
mereka singgahi, mereka buat sarang untuk tempat tinggal mereka yang baru.
Burung Mesir lalu membelai kedua anaknya dengan penuh rasa kasih sayang. Dalam
hatinya berkata, “Oh, anakku hampir saja jiwamu melayang menyusul ayahmu.
Untunglah ada pamanmu di sini yang bisa membantu dan menolong kita.
Mudah-mudahan saja dia akan betah tinggal di sini menemani kita
selamanya”.
Ketika burung Mesir masih dalam lamunannya, burung emprit menyapanya
perlahan, “Wahai Tinggalanak, apa yang sedang kau pikirkan? Aku melihatmu
seperti dalam kebingungan. Apa ada yang mengganjal pikiranmu terkait dengan
keberadaanku di sini?”
Sedikit terperanjat burung Mesir menjawab pertanyaan burung emprit,
“Oh, tidak...tidak... aku hanya berpikir bagaimana jika tidak ada engkau di
sini, mungkin kami bertiga sudah mati menjadi santapan ular hijau kecokelatan
yang buas dan sangat berbisa itu. Dan karena nya aku mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya atas segala pertolonganmu kepada kami”.
“Akh, saya
pikir itu memang sudah seharusnya kita saling tolong menolong, bantu membantu
dalam segala hal. Malah justru aku yang seharusnya banyak berterimakasih
kepadamu, Tinggalanak. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika aku
tak berjumpa denganmu di negeri Mesir yang sama sekali masih asing bagiku ini”.
Sudahlah, Tinggalanak! Kita tak perlu larut dalam pembicaraan yang tidak
penting itu. Pokoknya kita sama-sama tahu sajalah. Yang penting sekarang adalah
bagaimana kita mencari jalan keluar agar kita bisa terhindar dari ancaman dan
mara bahaya yang disetiap saat bisa mengancam keselamatan kita dan
anak-anakmu”. Demikian burung emprit berkata kepada burung Mesir. Nampaknya mereka
dari waktu ke waktu sudah semakin akrab saja.
Pada satu kesempatan, burung emprit mengungkapkan hasratnya untuk
mempersunting burung Mesir dan mengajak burung Mesir untuk ikut serta
bersamanya kembali ke negeri Jawa Dwipa di kepulauan Nusantara,
“Tinggalanak, aku ingin berterus terang kepadamu bahwa sesungguhnya aku sangat
mencintaimu, dan berkeinginan sekali untuk mempersuntingmu menjadi istriku.
Apakah engkau mau menerima lamaranku ini?” Demikian pernyataan isi hati
burung emprit diungkapkan dengan secara terus terang dan terbuka kepada
Tinggalanak, burung Mesir yang sudah memiliki dua orang anak yang masih
kecil-kecil itu.
Mendengar pernyataan dan pertanyaan yang begitu cepat dan terus terang tanpa tedeng
aling-aling serta tidak diduga-duga dari burung emprit Jawa, burung Mesir
menjadi terperangah, betul-betul pernyataan itu membuat kaget dirinya. Meski
pun di dalam hatinya sesungguhnya ia
sangat gembira dan bahagia sekali mendengarnya.
Burung Mesir masih terdiam membisu dan menundukkan kepalanya belum
menjawab pertanyaan burung emprit. Sampai akhirnya pertanyaan kedua diajukan
lagi oleh burung emprit Jawa,
“Bagaimana
dengan pertanyaanku tadi Tinggalanak? Apakah kau mau menjadi istriku? Jika kau
setuju, maka aku akan mengajakmu pergi ke kampung halamanku Negeri Jawa Dwipa
di Nusantara. Negeri yang teramat elok nan permai dengan hutan dan rimba
belantara yang membentang luas, tanah
persawahan dengan padi-padinya yang menguning, air sungai yang mengalir jernih,
riak ombak di lautan yang membiru, putih
berkilauan bagaikan ratna mutu manikan, gemah-ripah dan loh jinawi semua itu
akan kau lihat dan saksikan sendiri, Tinggalanak!”
“Sebenarnya aku mau menjadi istrimu
dan ikut ke negerimu, di Jawadwipa. Akan tetapi bagaimana dengan kedua anakku
yang masih kecil-kecil dan belum bisa terbang jauh sebagaimana kita, Emprit?
Bagaimana jika kita menundanya selama sembilan bulan sampai anak-anakku bisa
terbang dengan kuat?” Jawab
burung tinggal anak sambil memberi alternatif pilihan dan saran pada burung
emprit.
“Baiklah Tinggalanak, aku setuju
dengan saranmu! Aku akan datang lagi kemari setelah enam bulan kemudian, dan sementara ini aku
akan pergi dulu untuk mencari makanan secukupnya untuk bekal di perjalanan.” Burung emprit kemudian terbang
meninggalkan burung tinggalanak dan kedua anaknya.
Singkat
cerita, sembilan bulan pun telah berlalu. Kedua anak burung Tinggalanak, kini
sudah remaja, tampan dan gagah pula. Bulu-bulu dan sayapnya nampak kuat. Mereka
terbang dari dahan satu ke dahan yang lain, dari pohon tempat tinggal mereka ke
pohon yang lain dengan sigap dan cekatan sekali. Sepertinya mereka memang sudah
siap untuk terbang jauh menyeberangi samudra melintas benua. Sementara induk
mereka memperhatikan dari jauh akan
sepak terjang kedua anaknya itu dengan penuh perasaan bahagia dan suka cita.
Saat kedua anaknya kembali dan menghampiri dirinya, ia pun menanyakan pada
kedua anaknya itu.
“Anak-anakku kalian kini sudah
menjadi besar. Ibu lihat terbang kalian pun sudah demikian tangkas, kuat dan
cekatan. Hari ini mungkin paman kalian akan datang mengajak kita pergi merantau
ke negeri jauh nun di seberang lautan, negeri Jawadwipa. Apakah kalian siap
untuk ikut bersama ibu?”
“Wow! Tentu saja ibu, ananda sangat
siap dan kami berdua bahkan sangat gembira sekali untuk pergi terbang jauh
mengunjungi negeri yang menurut teman-teman ananda yang sudah pernah berkunjung
ke sana, Jawadwipa adalah salah satu negeri terindah di dunia dengan
pemandangan alamnya yang sangat mempesona dan bangsa manusianya serta
burung-burungnya yang seperti kita ini sangatlah ramah, penuh rasa persahabatan
terhadap sesamanya. Kapan kita berangkat ibu? Terus terang ananda sudah tak
sabar menunggu hari keberangkatan itu!” Demikian jawaban kedua anaknya dengan penuh suka
cita.
Menjelang
senja saat Matahari mulai terbenam, burung Emprit tiba dan hinggap di salah
satu ranting pohon tempat tinggal mereka yang langsung disapa dengan suka cita
oleh burung Tinggal anak dan kedua anak-anaknya.
“Wahai paman Emprit, kami sudah lama
sekali dan tak sabar menanti kehadiran paman di sini. Selamat datang paman!” Kedua anak burung Tinggalanak
menyapa kehadiran burung Emprit secara serempak.
“Assalamu’alaikum dan salam
sejahtera untuk kalian semua. Sungguh paman juga gembira dan bahagia sekali
melihat kalian berdua sudah besar-besar, tampan dan gagah-gagah! Bagaimana
kabar kalian? Tentunya kalian pasti sudah sangat siap untuk terbang jauh
berkunjung ke negeri paman, negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara, bukan?!”
Mendengar
itu anak tertua menjawab, “Kabar kami
sangat sehat, paman! Bahkan terlalu sangat siap untuk terbang jauh bersama ibunda dan paman.” Iya paman, kami siap!
Jawab putera kedua.
Setelah
mempersiapkan segala sesuatunya, mereka semua, burung Tinggalanak dan kedua
puteranya serta burung Emprit pun berangkat, terbang melesat dengan cepat
meninggalkan tempat tinggal mereka. Meninggalkan negeri mereka tercinta, Mesir
untuk menuju ke negeri seberang, negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara.
Tak
diceritakan secara panjang lebar di tentang perjalanan mereka menuju negeri
Jawadwipa. Singkat cerita, mereka telah sampai di ujung utara pulau Sumatra.
Tepatnya di selat perbatasan antara negeri Malaysia dan Indonesia. Secara
tiba-tiba terjadi perubahan cuaca yang sangat mendadak, tiba-tiba terjadi badai
besar, air laut menggulung-gulung setinggi gunung, bumi berguncang, angin
kencang puting beliung menhanyutkan apa
saja yang ada di pesisir pantai utara
pulau Sumatra. Kedua putera Burung tinggalanak yang memang sudah
kelelahan terpisah dari ibunya tak ketahuan lagi rimbanya. Hanya tinggal mereka
berdua yang masih bersama-sama, terbang terhempas kian kemari bertaha hidup
dari badai besar yang mengancam jiwanya. Ditengah-tengah badai besar dan angin
kencang yang menghempaskan keduanya, burung Tinggalanak masih sempat bertanya
kepada burung Emprit yang sedang berupaya mengatasi derasnya hujan dan badai di
lautan serta hembusan angin kencang yang membuat tubuh mereka terombang-ambing
di atas samudera yang cukup luas itu.
“Kanda Emprit bagaimana dengan kedua
anak-anakku? Aku tak mau terpisah dari mereka, aku sangat mencintai dan
mengasihinya. Tolonglah kanda Emprit, jangan tinggalkan mereka!” Demikian ratap dan tangis burung
Tinggalanak mengharap kepada burung Emprit agar mencari kedua anaknya terlebih
dahulu.
“Dinda Tinggalanak, sebaiknya kita
tak usah memperhatikan mereka dulu. Mereka berdua sudah besar-besar, tenaganya
lebih kuat dari kita. Aku yakin mereka berdua selamat dan kelak mereka akan
mencari kita, percayalah padaku dinda Tinggalanak!” Demikian jawaban yang diucapkan
burung Emprit kepada istrinya, burung Tinggalanak. Suatu jawaban yang sungguh
di luar perkiraan dan sangat tidak diharapkan burung Tinggalanak, dan itu sudah
membuat hatinya kecewa dan terluka hati burung Tinggalanak. Pikirnya, ternyata
suaminya teramat egois hanya mementingkan keselamatan diri sendiri, dan tidak
memiliki perasaan empati serta tidak mau memahami perasannya yang begitu sangat
mengasihi dan menyayangi kedua puetranya yang baru berangkat dewasa.
“Baiklah kanda Emprit! Jika itu kemauanmu,
aku tak mengapa. Akan tetapi aku akan tetap mencari kedua anak-anakku terlebih
dahulu. Tinggalkanlah aku sendiri, dan pergilah! Kelak aku akan selalu
mencarimu, memanggil namamu. Di setiap kampung yang aku singgahi aku akan
mencicit, menjerit-jerit dengan bunyi suara yang menyayatkan hati seperti orang
yang ditinggal mati. Dan ‘roh’ aku pun akan masuk ke dalam dirimu sehingga
engkaupun akan berbunyi dan bersuara seperti aku karena aku ada dalam
dirimu." Bersamaan
dengan ucapan kata terakhir burung Tinggalanak,
kilatan petir menyambar tubuh burung tinggal anak yang seketika itu juga
mati, hangus terbakar.
Beberapa
hari kemudian setelah badai reda, dan cuaca kembali normal seperti sedia kala,
di setiap daerah mulai dari ujung Sumatra utara terus hingga pulau Jawa, nampak
burung Tinggalanak yang sudah menjelma menjadi burung Emprit bertengger di atas
pucuk-pucuk pohon di setiap daerah kampung yang dilalui dan disinggahinya.
Burung emprit atau burung Tinggalanak itu mencicit menciap menyayat hati dengan
suaranya yang seakan-akan memanggil-manggil sebuah nama agar mengantar dia
kembali ke negeri Mesir, “Priiit...priiit...priiit...priiit...balekno
Mesirrr...(bahasa Jawa artinya: “Prit,prit, prit... prit, balikkanlah saya ke
Mesir.”)
Dan
yang anehnya setiap kali daerah atau kampung yang disinggahi burung
Tinggalanak atau burung Emprit ini, ada saja salah satu warganya yang meninggal
dunia, sehingga burung ini sampai sekarang masih dipercaya sebagai burung
pembawa berita kematian. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai "burung
Syetan".
Penulis:
Slamet
Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar