Selasa, 09 Juli 2013

Dongeng Burung Tinggalanak dan Burung Emprit




Burung Tinggalanak (Burung Emprit)



Blog Sita Rosita - Rabu, 08 Juli 2013 - 02:38 WIB - Adik-adik, sudah lama kak Sita tidak bercerita lewat blog ini. Sekarang, kak Sita mau bercerita tentang seekor burung Jawa, namanya burung “Emprit” dan burung ”Tinggalanak”yang berasal dari negeri Mesir.Menurut ceritanya, burung emprit adalah jenis burung bertubuh kecil, berbulu hitam berkilauan. Konon menurut yang empunya cerita, burung emprit mampu terbang ribuan kilo meter jauhnya tanpa merasa lelah sedikitpun.Mirip dan beda sedikit dengan burung emprit yang bertubuh kecil adalah burung tinggalanak yang asalnya dari negeri Mesir. Burung tinggalanak juga berbulu hitam, hanya tubuhnya lebih kecil dibanding burung emprit. Yang unik dari burung tinggalanak adalah bunyi suaranya yang begitu menyayat. Terdengar sangat memilukan seperti perasaan orang yang sedang ditinggal mati oleh orang yang sangat dikasihinya.

Bagi sebagian masyarakat di daerah Jawa terutama Jawa Tengah, Jawa barat dan masyarakat Jakarta, burung ini dipercaya burung pembawa berita kematian. Apabila sebuah kampung didatangi burung tinggalanak ini dan berbunyi berulang-ulang di kampung tersebut, itu suatu pertanda bahwa akan ada salah satu anggota keluarga di kampung itu yang akan meninggal dunia. Bahkan  ada sebagian orang menyebut burung tinggal anak ini dengan nama burung  syetan. Bunyi suara burung tinggal anak ini kalau didengarkan baik-baik seperti kata-kata dalam bahasa Jawa: “Pit...pit...pit...pit...pit... balikno Mesirrrr...!”Artinya kira-kira demikian, “prit, prit, prit... kembalikan saya ke Mesir”.

Nah, adik-adik! Kenapa bunyi suara burung tinggalanak bisa seperti itu?  Menurut cerita dari orang tua kakak, dulu ketika kakak masih kecil saat mau tidur, sering didongengkan berbagai macam cerita. Jika belum didongengkan kakak belum mau tidur. Salah satu cerita yang didongengkan itu adalah cerita dongeng burung emprit dan burung tinggalanak ini. Beginilah ceritanya!

Suatu ketika burung emprit mengembara ke negeri Mesir yang menurut kabar berita negeri yang sangat kaya dan sudah sangat maju tingkat peradabannya. Memiliki hutan dengan pepohonan yang sangat lebat. Begitu pula dengan hamparan persawahan yang luas, subur dengan padinya menguning di setiap saat. Berita ini telah membuat hati burung emprit tergiur dan terpesona untuk pergi ke negeri Mesir. Maka tanpa berpikir panjang, apakah cerita itu benar atau tidak, tanpa basa-basi lagi terhadap sesama handai tolan dan keluarganya di Jawa, burung emprit pergi mengembara ke negeri Mesir untuk melampiaskan keingintahuannya tentang negeri yang kaya dan subur itu. Burung emprit pun segera terbang tinggi-tinggi, jauh melewati beberapa negeri, menyeberangi luasnya samudra.

Di setiap negeri yang disinggahi, Ia tak lupa bertanya kepada burung-burung yang berpapasan dengannya, dimana letak negeri Mesir itu. Suatu ketika ia berpapasan dengan seekor burung camar yang sedang melintas di atas laut negeri Malaysia,

“Wahai sobat, apakah sobat tahu di manakah letaknya negeri Mesir itu?” Berkata burung emprit saat berpapasan dengan burung camar yang sedang terbang di atas samudra, laut negeri Malaysia
.
“Oh, anda terus saja terbang menuju arah utara! Negeri tersebut masih sangat jauh dari sini, tetapi anda jangan putus asa karena Mesir adalah negeri yang sangat makmur, begitulah cerita yang saya dapat dari burung-burung yang sudah pernah berkunjjung ke sana!” Demikian jawab burung camar yang dijumpainya itu.

Tentu saja mendengar jawaban yang senada dengan berita yang telah didapatnya di negeri Jawa itu, membuat tekad sang burung emprit semakin kuat. Ia pun segera mengepakkan sayapnya lebih kuat lagi terbang ke arah utara menuju negeri Mesir.

Alkisah, negeri Thailand, Jepang, India bahkan negeri China telah dilaluinya. Singkat cerita, maka sampailah burung emprit di negeri Mesir. Akan tetapi yang dilihat di sana tidak seperti kabar yang didapat. Ia hanya melihat dataran luas dengan pepohonan yang terpisah-pisah, tak ada hamparan hutan dan persawahan dengan padi yang menguning seperti di negeri Jawa. Sang burung emprit terus masuk ke dalam lagi melintasi daerah perkotaan yang ramai dengan lalu lalang orang-orang mesir dengan segala aktivitasnya di sebuah pasar yang cukup ramai.Sang emprit Jawa terus kepakkan sayapnya. Tubuhnya yanglelah dan haus mulai mengganggu daya terbangnya. Akan tetapi ia tak putus asa, semangatnya untuk mencapai negeri Mesir dengan segala kemewahan dan kekayaan alamnya tidak membuat ia patah semangat. Dan, ia pun terus kepakkan sayapnya terbang melintasi kota-kota dan dataran luas di negeri Mesir.

Di suatu tempat yang nampak subur dengan sedikit ditumbuhi pepohonan dan sungai yang airnya begitu jernih, sang emprit melepaskan lelahnya. Ia bertengger di sebuah dahan pohon memakan buah yang ada di pohon itu. Sejenak kemudian ia menukik ke sungai untuk minum melepaskan rasa hausnya dan kembali bertengger di dahan pohon sambil kepalanya menoleh ke arah kiri dan kanan barang kali ada sebangsa burung lain di daerah itu.

Ketika ia sedang merenung dengan apa yang sudah dilakukan, pergi mengembara dari Jawa hingga sampai di negeri Mesir, tiba-tiba datang mendekati seekor burung betina berbulu halus berwarna hitam mirip seperti dirinya yang tak sungkan-sungkan dan malu-malu langsung menyapanya dengan ramah dan sopan,

“Kawan, perkenalkan nama saya Tinggalanak, saya bertempat tinggal di pohon yang ada di seberang sana itu! Nampaknya anda burung asing di tempat ini, dari manakah asal negeri anda?” Tanya burung Mesir kepada burung emprit Jawa sambil memperkenalkan nama dan tempat tinggalnya.

“Oh, ya... ya...! burung Emprit Jawa menjawab agak tergagap karena ia tak menyangka ada jenis burung yang datang menghampiri dan langsung menyapanya dengan penuh keramahtamahan. Setelah menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu ia pun melanjutkan kata-katanya,

“Nama saya Emprit Jawa berasal dari negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara. Adapun kedatangan saya ke negeri Mesir ini karena saya terpesona oleh keindahan dan kemegahan serta segala kemewahan dan kesuburan akan alamnya yang saya dengar dari berita teman-teman saya yang pernah singgah di negeri anda ini!”

“Oh,begitukah? Jawab burung Mesir sedikit terperanjat, lalu meneruskan kata-katanya kembali, “tapi apakah malah bukan sebaliknya? Negeri andalah yang sudah terkenal ke peloksok negeriakan keindahan, kesuburan serta keramahtamahan penduduknya. Sungguh ketenaran negeri anda Jawa Dwipa Nusantara itu sudah sampai ke negeri kami, Mesir! Dan, sebagai tanda persahabatan kita, saya persilahkan anda untuk beristirahat sepuasnya di tempat hunian kami di pohon seberang itu! Burung Mesir dengan segala keramahtamahannya mempersilahkan burung emprit untuk singgah beristirahat di tempatnya.

Menerima tawaran persahabatan dengan segala keramahtamahan dan kebaikan dari burung Mesir, burung Emprit Jawa menjadi senang dan tak mau menghilangkan kesempatan yang baik itu. Maka ia pun menerima tawaran itu dengan perasaan suka citalalu berkata kepada burung Mesir yang bernama Tinggalanak itu,

“Ya, ya, ya...Tinggal anak! Sungguh anda baik hati dan ramah sekali. Terus terang saya benar-benar merasa terpuji namun sedikit risih menerima persahabatan ini karena kita baru saja bersua di tempat ini”. Berkata burung Emprit Jawa sambil menatap mata burung Mesir yang bening itu.

“Mari Emprit, kita terbang ke pohon di seberang itu! Di sanalah tempat tinggal kami bersama kedua anak kami yang masih kecil-kecil”. Demikian ajak burung Mesir dengan terus terang kepada burung emprit Jawa sambil kepakkan sayap terbang menuju ke pohon sebelah, sementara emprit Jawa mengikutinya dari belakang.

Sebentar kemudian sampailah keduanya di tempat tinggal burung Mesir. Di sana nampak kedua anak dari burung Mesir yang masih kecil dengan bulu-bulunya yang mulai tumbuhmenghiasi tubuhnya. Saat melihat kehadiran induknya, keduanya mencicit gembira dan langsung masuk ke dalam ketiaksayap ibunya.

“Nah, ini kedua anak kami! Usianya baru dua bulan, sebenarnya kami masih dalam suasana berduka karena tiga bulan yang lewat ayahnya telah meninggalkan kami, ia tewas tertembak tak disengaja oleh dua orang pemburu yang datang kemari berburu kuda Nildi sungai itu”. Dan kedua anak kami ini tak sempat melihat wajah ayahnya”.

“Oh, begitukah? Sungguh saya merasa prihatin dan empatik sekali dengan musibah yang telah menimpa keluarga anda, Tinggalanak. Akan tetapi, lalu bagaimana anda bisa menyusui kedua anak anda itu dengan tenang, sementara saya melihat tempat ini begitu sangat rawan bahaya dari bangsa ular pemangsa yang sewaktu-waktu bisa merayap ke pohon ini?”

“Sebenarnya itu salah satu yang menjadi pemikiran saya, Emprit Jawa”. Jawab burung Mesir sambil mempersilahkan kepada burung Emprit Jawa untuk menyantap buah-buahan yang masih bergantung di pohon tempat tinggalnya itu. Lalu melanjutkan pembicaraannya lagi, “Saya merasa, mungkin ini sudah menjadi nasib kami karena di luar sana pun belum tentu lebih aman dari tempat ini. Dan akhir-akhir ini malah lebih banyak para pemburu kuda Nil yang datang ke daerah ini. Belum lagi bangsa ular pemanjat dan burung pemangsa yang tubuhnya besar selalu memonitor kami di sini. Sungguh kami sangat mengkhawatirkan akan hal tersebut, terutama untuk kedua anak kami yang masih kecil ini”. Mendengar kata-kata seperti itu dari induknya, kedua anaknya semakin menelusupkan tubuhnya ke balik sayap induknya seakan mereka sudah mengerti dan faham dengan situasi dan keadaan yang terjadi dengan mereka.

Saat sedang asyik-asyiknya mereka berbincang-bincang, tak disadari oleh mereka bahwa ada seekor ular berwarna hijau kecokelatan dengan sisik berwarna kuning di kepalanya, merayap mendekati mereka mengintai kedua anak burung Mesir hendak memangsanya.Untung saja burung emprit Jawa melihat ular itu. Ia memang sudah mewaspadai akan keadaan seperti ini yang sewaktu-waktu bisa terjadi menimpa keluarga burung Mesir. Ia pun berkata kepada burung Mesir dengan sikap yang lebih tenang agar burung Mesir dan anak-anaknya tidak gugup melihat dan menghadapi keadaan seperti ini,

“Tinggalanak, kau lihat itu! Seekor ular hijau kecokelatan yang bertubuh cukup besar  sedang merayap kemari. Sebaiknya mari  kita bawa kedua anakmu ke tempat yang lebih aman sebelum ular itu memangsa kita dan kedua anakmu yang masih kecil-kecil dan belum bisa terbang itu ke tempat yang lebih aman, ya ke pohon yang pertama saya singgahi tadi”. Dengan cepat burung emprit Jawa membawa salah satu dari kedua anak burung Mesir, sementara burung Mesir membawa anaknya yang satunya lagi. Mereka berdua terbang menuju pohon yang tadi disinggahi oleh burung emprit Jawa. Dan selamatlah jiwa mereka dari bahaya yang barusan mengancam dan hampir saja melenyapkan jiwanya.

Di atas dahan dengan daun-daun yang didapat di sekitar pohon yang mereka singgahi, mereka buat sarang untuk tempat tinggal mereka yang baru. Burung Mesir lalu membelai kedua anaknya dengan penuh rasa kasih sayang. Dalam hatinya berkata, “Oh, anakku hampir saja jiwamu melayang menyusul ayahmu. Untunglah ada pamanmu di sini yang bisa membantu dan menolong kita. Mudah-mudahan saja dia akan betah tinggal di sini menemani kita selamanya”. 

Ketika burung Mesir masih dalam lamunannya, burung emprit menyapanya perlahan, “Wahai Tinggalanak, apa yang sedang kau pikirkan? Aku melihatmu seperti dalam kebingungan. Apa ada yang mengganjal pikiranmu terkait dengan keberadaanku di sini?”

Sedikit terperanjat burung Mesir menjawab pertanyaan burung emprit, “Oh, tidak...tidak... aku hanya berpikir bagaimana jika tidak ada engkau di sini, mungkin kami bertiga sudah mati menjadi santapan ular hijau kecokelatan yang buas dan sangat berbisa itu. Dan karena nya aku mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala pertolonganmu kepada kami”.

“Akh, saya pikir itu memang sudah seharusnya kita saling tolong menolong, bantu membantu dalam segala hal. Malah justru aku yang seharusnya banyak berterimakasih kepadamu, Tinggalanak. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika aku tak berjumpa denganmu di negeri Mesir yang sama sekali masih asing bagiku ini”. Sudahlah, Tinggalanak! Kita tak perlu larut dalam pembicaraan yang tidak penting itu. Pokoknya kita sama-sama tahu sajalah. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita mencari jalan keluar agar kita bisa terhindar dari ancaman dan mara bahaya yang disetiap saat bisa mengancam keselamatan kita dan anak-anakmu”. Demikian burung emprit berkata kepada burung Mesir. Nampaknya mereka dari waktu ke waktu sudah semakin akrab saja.

Pada satu kesempatan, burung emprit mengungkapkan hasratnya untuk mempersunting burung Mesir dan mengajak burung Mesir untuk ikut serta bersamanya kembali ke negeri Jawa Dwipa di kepulauan Nusantara, “Tinggalanak, aku ingin berterus terang kepadamu bahwa sesungguhnya aku sangat mencintaimu, dan berkeinginan sekali untuk mempersuntingmu menjadi istriku. Apakah engkau mau menerima lamaranku ini?” Demikian pernyataan isi hati burung emprit diungkapkan dengan secara terus terang dan terbuka kepada Tinggalanak, burung Mesir yang sudah memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil itu.

Mendengar pernyataan dan pertanyaan yang begitu  cepat dan terus terang tanpa tedeng aling-aling serta tidak diduga-duga dari burung emprit Jawa, burung Mesir menjadi terperangah, betul-betul pernyataan itu membuat kaget dirinya. Meski pun di dalam hatinya  sesungguhnya ia sangat gembira dan bahagia sekali mendengarnya.  Burung Mesir masih terdiam membisu dan menundukkan kepalanya belum menjawab pertanyaan burung emprit. Sampai akhirnya pertanyaan kedua diajukan lagi oleh burung emprit Jawa,

“Bagaimana dengan pertanyaanku tadi Tinggalanak? Apakah kau mau menjadi istriku? Jika kau setuju, maka aku akan mengajakmu pergi ke kampung halamanku Negeri Jawa Dwipa di Nusantara. Negeri yang teramat elok nan permai dengan hutan dan rimba belantara  yang membentang luas, tanah persawahan dengan padi-padinya yang menguning, air sungai yang mengalir jernih, riak ombak di lautan  yang membiru, putih berkilauan bagaikan ratna mutu manikan, gemah-ripah dan loh jinawi semua itu akan kau lihat dan saksikan sendiri, Tinggalanak!” 
“Sebenarnya aku mau menjadi istrimu dan ikut ke negerimu, di Jawadwipa. Akan tetapi bagaimana dengan kedua anakku yang masih kecil-kecil dan belum bisa terbang jauh sebagaimana kita, Emprit? Bagaimana jika kita menundanya selama sembilan bulan sampai anak-anakku bisa terbang dengan kuat?” Jawab burung tinggal anak sambil memberi alternatif pilihan dan saran pada burung emprit.

“Baiklah Tinggalanak, aku setuju dengan saranmu! Aku akan datang lagi kemari setelah  enam bulan kemudian, dan sementara ini aku akan pergi dulu untuk mencari makanan secukupnya untuk bekal di perjalanan.” Burung emprit kemudian terbang meninggalkan burung tinggalanak dan kedua anaknya.

Singkat cerita, sembilan bulan pun telah berlalu. Kedua anak burung Tinggalanak, kini sudah remaja, tampan dan gagah pula. Bulu-bulu dan sayapnya nampak kuat. Mereka terbang dari dahan satu ke dahan yang lain, dari pohon tempat tinggal mereka ke pohon yang lain dengan sigap dan cekatan sekali. Sepertinya mereka memang sudah siap untuk terbang jauh menyeberangi samudra melintas benua. Sementara induk mereka memperhatikan dari jauh  akan sepak terjang kedua anaknya itu dengan penuh perasaan bahagia dan suka cita. Saat kedua anaknya kembali dan menghampiri dirinya, ia pun menanyakan pada kedua anaknya itu.

“Anak-anakku kalian kini sudah menjadi besar. Ibu lihat terbang kalian pun sudah demikian tangkas, kuat dan cekatan. Hari ini mungkin paman kalian akan datang mengajak kita pergi merantau ke negeri jauh nun di seberang lautan, negeri Jawadwipa. Apakah kalian siap untuk ikut bersama ibu?”

“Wow! Tentu saja ibu, ananda sangat siap dan kami berdua bahkan sangat gembira sekali untuk pergi terbang jauh mengunjungi negeri yang menurut teman-teman ananda yang sudah pernah berkunjung ke sana, Jawadwipa adalah salah satu negeri terindah di dunia dengan pemandangan alamnya yang sangat mempesona dan bangsa manusianya serta burung-burungnya yang seperti kita ini sangatlah ramah, penuh rasa persahabatan terhadap sesamanya. Kapan kita berangkat ibu? Terus terang ananda sudah tak sabar menunggu hari keberangkatan itu!” Demikian jawaban kedua anaknya dengan penuh suka cita.  

Menjelang senja saat Matahari mulai terbenam, burung Emprit tiba dan hinggap di salah satu ranting pohon tempat tinggal mereka yang langsung disapa dengan suka cita oleh burung Tinggal anak dan kedua anak-anaknya. 

“Wahai paman Emprit, kami sudah lama sekali dan tak sabar menanti kehadiran paman di sini. Selamat datang paman!” Kedua anak burung Tinggalanak menyapa kehadiran burung Emprit secara serempak.

“Assalamu’alaikum dan salam sejahtera untuk kalian semua. Sungguh paman juga gembira dan bahagia sekali melihat kalian berdua sudah besar-besar, tampan dan gagah-gagah! Bagaimana kabar kalian? Tentunya kalian pasti sudah sangat siap untuk terbang jauh berkunjung ke negeri paman, negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara, bukan?!”

Mendengar itu anak tertua menjawab, “Kabar kami sangat sehat, paman! Bahkan terlalu sangat siap untuk terbang jauh bersama  ibunda dan paman.” Iya paman, kami siap! Jawab putera kedua.

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, mereka semua, burung Tinggalanak dan kedua puteranya serta burung Emprit pun berangkat, terbang melesat dengan cepat meninggalkan tempat tinggal mereka. Meninggalkan negeri mereka tercinta, Mesir untuk menuju ke negeri seberang, negeri Jawadwipa di kepulauan Nusantara.

Tak diceritakan secara panjang lebar di tentang perjalanan mereka menuju negeri Jawadwipa. Singkat cerita, mereka telah sampai di ujung utara pulau Sumatra. Tepatnya di selat perbatasan antara negeri Malaysia dan Indonesia. Secara tiba-tiba terjadi perubahan cuaca yang sangat mendadak, tiba-tiba terjadi badai besar, air laut menggulung-gulung setinggi gunung, bumi berguncang, angin kencang puting beliung  menhanyutkan apa saja yang ada di pesisir pantai utara  pulau Sumatra. Kedua putera Burung tinggalanak yang memang sudah kelelahan terpisah dari ibunya tak ketahuan lagi rimbanya. Hanya tinggal mereka berdua yang masih bersama-sama, terbang terhempas kian kemari bertaha hidup dari badai besar yang mengancam jiwanya. Ditengah-tengah badai besar dan angin kencang yang menghempaskan keduanya, burung Tinggalanak masih sempat bertanya kepada burung Emprit yang sedang berupaya mengatasi derasnya hujan dan badai di lautan serta hembusan angin kencang yang membuat tubuh mereka terombang-ambing di atas samudera yang cukup luas itu.

“Kanda Emprit bagaimana dengan kedua anak-anakku? Aku tak mau terpisah dari mereka, aku sangat mencintai dan mengasihinya. Tolonglah kanda Emprit, jangan tinggalkan mereka!” Demikian ratap dan tangis burung Tinggalanak mengharap kepada burung Emprit agar mencari kedua anaknya terlebih dahulu.

“Dinda Tinggalanak, sebaiknya kita tak usah memperhatikan mereka dulu. Mereka berdua sudah besar-besar, tenaganya lebih kuat dari kita. Aku yakin mereka berdua selamat dan kelak mereka akan mencari kita, percayalah padaku dinda Tinggalanak!” Demikian jawaban yang diucapkan burung Emprit kepada istrinya, burung Tinggalanak. Suatu jawaban yang sungguh di luar perkiraan dan sangat tidak diharapkan burung Tinggalanak, dan itu sudah membuat hatinya kecewa dan terluka hati burung Tinggalanak. Pikirnya, ternyata suaminya teramat egois hanya mementingkan keselamatan diri sendiri, dan tidak memiliki perasaan empati serta tidak mau memahami perasannya yang begitu sangat mengasihi dan menyayangi kedua puetranya yang baru berangkat dewasa.

“Baiklah kanda Emprit! Jika itu kemauanmu, aku tak mengapa. Akan tetapi aku akan tetap mencari kedua anak-anakku terlebih dahulu. Tinggalkanlah aku sendiri, dan pergilah! Kelak aku akan selalu mencarimu, memanggil namamu. Di setiap kampung yang aku singgahi aku akan mencicit, menjerit-jerit dengan bunyi suara yang menyayatkan hati seperti orang yang ditinggal mati. Dan ‘roh’ aku pun akan masuk ke dalam dirimu sehingga engkaupun akan berbunyi dan bersuara seperti aku karena aku ada dalam dirimu." Bersamaan dengan ucapan kata terakhir burung Tinggalanak,  kilatan petir menyambar tubuh burung tinggal anak yang seketika itu juga mati, hangus terbakar.

Beberapa hari kemudian setelah badai reda, dan cuaca kembali normal seperti sedia kala, di setiap daerah mulai dari ujung Sumatra utara terus hingga pulau Jawa, nampak burung Tinggalanak yang sudah menjelma menjadi burung Emprit bertengger di atas pucuk-pucuk pohon di setiap daerah kampung yang dilalui dan disinggahinya. Burung emprit atau burung Tinggalanak itu mencicit menciap menyayat hati dengan suaranya yang seakan-akan memanggil-manggil sebuah nama agar mengantar dia kembali ke negeri Mesir, “Priiit...priiit...priiit...priiit...balekno Mesirrr...(bahasa Jawa artinya: “Prit,prit, prit... prit, balikkanlah saya ke Mesir.”)

Dan yang  anehnya setiap kali daerah atau kampung yang disinggahi burung Tinggalanak atau burung Emprit ini, ada saja salah satu warganya yang meninggal dunia, sehingga burung ini sampai sekarang masih dipercaya sebagai burung pembawa berita kematian. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai "burung Syetan".

Penulis:
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar