Rabu, 08 Juni 2016

DOSA ASAL : KETURUNTEMURUNAN LAWAN LINGKUNGAN By Hugh Jolly

Blog Sita Rose

Rabu, 08 Juni 2016 - 20:25 WIB




Image "Tusya" (Foto: SP)
Tusya Suka Menggambar

PERNAH penulis
dimintai pendapat mengenai dua orang anak belasan tahun – keduanya anak pungut
– yang wataknya sangat suliy betapa pun telah dengan keras usaha orang tuanya
untuk mendidik kedua anak itu sebaik-baiknya. Si penanya, yang bukan ayah ibu
angkat dari kedua anak nakal tersebut, melanjutkan pertanyaannya dengan
mengatakan bahwa karena ayah kandung anak pungut itu tentu orang yang tidak
bermoral dang tak bertanggung jawab, yang telah meninggalkan akibat
perbuatannya begitu saja , maka tidak mengherankan kalau keturunannya senakal
itu. Rupanya ia berpendapat bahwa perilaku seseorang itu menurun.
Tentu saja gagasan
“dosa asal” semacam itu dapat dibenarkan. Memang anak akan lahir dengan otak
baik atau kurang baik dilihat dari tingkat kemampuan intelektuil yang sungguh
dapat diturunkan. Jelas pula bahwa anak dapat pula memiliki cacat fisik
tertentu yang merupakan akibat gen ayah ibunya. Tetapi dalam hal perilaku,
agaknya keturunan tidaklah berperan banyak, mungkin bahkan tidak sama sekali.
Bagaimana anak-anak berperilaku, itu tergantung dari cara orang tua menangani
anak-anak itu.
Kedua anak belasan
tahun tersebut digambarkan sebagai nakal dan suliy sehingga selalu membuat
orang tuanya jengkel. Perilaku demikian biasanya dapat dicari sebanya dalam
bulan-bulan pertama kehidupan si anak. Tentang pemungutan anak itu sendiri
kiranya tidak menjadi soal; yang lebih mungkin menjadi sebab ialah
ketidakberesan hubungan antara orang tua dan anak. Hubungan ini kadang-kadang
tidak terlalu mudah, apa lagi anak itu baru dipungut setelah lewat beberapa
minggu pertama dalam hidupnya. Mungkin kalau ibu itu mempunyai anak kandungnya
sendiri, ia tidak juga dapat berhubungan secara normal.
Beberapa ahli telah
meemperlihatkan bahwa anak tidak syah yang dipungut oleh keluarga yang normal
jauh lebih baik perilakunya daripada anak tidak syah yang dibesarkan oleh
ibunya sendiri. Dalam keadaan ini anak lebih cenderung menjadi tak teratur
daripada anakyang dipungut.
Perbedaan menyolok
antara kedua anak inidalam perilaku tidak dapat lain adalah akibat lingkungan
mereka yang berbeda. Situasi keluarga yang normal sangat mungkin akan
menghasikan anak-anak yang perilakunya normal, tak peduli apakah anak-anak itu
adalah anak kandung ataukah anak pungut.
Bukti lain tentang
kuatnya pengaruh lingkungan pada perilaku dapat dilihat kalau kita mempelajari
anak-anak mongolian. Dalam ilmu kedokteran diterangkan bahwa anak-anak
mongolian mempunyai ciri khas berwatak manis dan suka damai serta senang musik.
Ada kesan bahwa watak tersebut berpaut dengan bawaannya. Memang benar bahwa
kebanyakan anak mongolian suka damai dan mudah diawasi kecuali beberapa yang
agresif dan sulit. Tetapi kalau kita pelajari betul-betul akan nampak bahwa
perilaku serupa itu merupakan akibat dari cara orang tua menangani anak-anak
mongolian pada umumnya.
Anak-anak mempunyai
satu keuntungan bila dibandingkan dengan anak-anak yang akan mengalami gangguan
jiwa, yakni bahwa mereka itu sejak awal diketahui cacatnya. Dengan demikian
orang tuanya sejak dini dapat diberi bimbingan mengenai cara mendidiknya di
masa yang akan datang. Anak-anak yang lain sebenarnya memiliki kekurangnormalan
jiwa tetapi tidak kelihatan sewaktu kecil, cenderung untuk didesak-desak
terlalu berat untuk melakukan hal-hal yang lebih baik sebelum cacatnya itu
ketahuan. Tetapi pada saat itu pengaruh buruk dari tekanan dan perlakuan yang
tidak sesuai tersebut sudah akan mengesan terlalu dalam, sehingga kecuali
gangguan jiwanya yang merupakan bawaan anak masih mendapat tambahan gangguan
emosionil. Itulah sebabnya anak mungkin jadi ‘sulit’ dan kadang-kadang agresif
serta ‘jahat’. Anak-anak yang secara mental kurang normal sama saja rawannya
terhadap masalah-masalah emosionil seperti anak-anak yang intelektualnya  normal.
Kembali ke anak
pungut yang nakal tersebut di atas, dikatakan bahwa seorang dari kedua anak
belasan tahun ada kalanya begitu merepotkan sehingga ia harus dikurung dalam
kamarnya. Tetapi adakah anak yang mau saja menerima perlakuan agresif seperti
itu tanpa reaksi? Justru anak abnormallah yang tidak marah mendapat perlakuan
serupa itu.
Sekali orang
mengakui bahwa perilaku seorang anak pada pokoknya adalah akibat dari cara
orang memperlakukannya, kemungkinan akan besar untuk mengetahui keadaan
sesungguhnya sedini mungkin sehingga perlakuan yang kurang sesuai dapat
disesuaikan. Bayi yang disebut ‘sulit’ ialah bayi yang menangis terus. Hal ini
biasanya tidak disebabkan karena lapar, karena naluri ibu akan segera tahu
kapan si kecil segera menyusu. Juga masuk angin dan hal-hal semacam itu sering
bukan alasannya. Yang hampir dapat dipastikan kesulitan anak itu berkaitan
dengan hubungan antara ibu dan anak.kerapkali bayi menangis terus menerus
karena ibunya menangis – meskipun biasanya hanya dalam batin.
Setelah anak berusia
beberapa bulan, perilakunya mungkin menjadi sulit bila keingintahuannya yang
wajar dihalangi oleh pengasuhnya, terutama bila ia didesak-desak untuk
berperilaku menurut pola yang oleh orang tuaya dianggap keharusan. Pola
perilaku ibu terhadap anaknya ditentukan terutama oleh cara si ibu
diperlakukan  selagi ia kecil dulu,
yankni ketika komputernya disetel untuk tindakan yang diharapkannya pada
anaknya yang akan datang.
Meninggalkan konsep
“dosa asal” itu akan menambah gairah orang ttua dalam membesarkan anak sebab
hal itu membuktikan betapa bijaksana tindakan orang tua yang mempengaruhi
perilaku anak. Hal itu menuntut suatu pengetahuan tentang perkembangan
anak-anak yang normal, dan terrutama tentang bahayanya kalau orang mengharap
terlalu banyak secara teerlalu dini.
Orang tua memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap anak. Maka orang tua yang batas
toleransinya sempit hendaklah menyadari perasaannya sehingga dengan demikian
dapat meluaskan batas-batas itu sedapat mungkin. Mungkin hal ini tidak dapat
dilakukan, tetapi kalau orang mengetahui batas-batas perasaannya, ia akan dapat
mengambil tindakan menghindar setiap kali luapan perasaannya terlalu kuat
terhadap anak-anak. Sungguh lebih baiklah orang tua meninggalkan ruang bila
sedang sangat marah kepada anak daripada berbentrok secara fisik untuk
menyalurkan amarahnya. Kalau hal ini terjadi, anak akan bereaksi ke arah yang
berlawanan, kecuali kalau bentrokan itu terjadi begitu sering sehingga kemauan
anak untuk melawan lenyap – dan juga inisiatif wajarnya hilang.
Yang sangat penting dalam
hal ini ialah bahwa perilaku anak yang kurang baik dapat dicegah dengan
penanganan yang bijaksana.


Sumber:
Hugh Jolly
“Membesarkan Anak Secara Wajar”




Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 08 Juni 2016 – 19:35 WIB




"PENDIDIKAN DALAM KELUARGA": DOSA ASAL : KETURUNTEMURUNAN LAWAN LINGKUNGAN By ...: Blog Sita : Pendidikan Dalam Keluarga Rabu, 08 Juni 2016 - 19:57 WIB Tusya Suka Menggambar PERNAH penulis dimintai pendapat me...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar