Blog Sita Rose – Minggu, 15 Februari 2015 – 01:54 WIB
TIDAK JARANG
terjadi, bayi lahir sudah dalam keadaan tak bernyawa, yang disebut bebang. Sungguh sayang dan kurang
berpengertian, banyak orang tua bayi bebang semacam itu tidak dibantu untuk
berkabung atas kehilangter mereka an mereka. Seringkali terjadi bahwa orang tua
tidak ikut terlibat dalam upacara pemakaman, bahkan ada yang tidak mengetahui
tempat dikebumikannya. Bukan satu dua kali terdengar keluhan dari orang tua
bahwa mereka tidak ikut terlibat dalam pemakaman bayi mereka yang lahir mati
dan karenanya terus-menerus kedatangan rasa menyesal. Banyak ibu yang mengalami
kematian bayi dalam kandungan menjadi sangat tertekan, sehingga mau tidak mau
berkesimpulan bahwa mereka kurang dibantu dalam menangisi kehilangan itu dan
menuntaskan kesedihan mereka — yang sangat berbeda dengan “melupakannya” atau
“tak mempedulikannya lagi”.
Ibu-ibu yang bayinya
mati dalam kandungan menjadi gelisah khususnya pada kehamilan berikutnya dan
beberapa waktu setelah melahirkannya. Kadangkala, selagi bercakap-cakap dengan
ibu yang sangat gelisah yang baru saja melahirkan bayinya, orang jadi tahu
bahwa sebelum itu ia telah kehilangan anak karena lahir mati. Kegelisahan ibu
semacam ini kerap kali berpengaruh pada anak yang berikut sampai besar. Pernah
dalam konsultasi dengan dokter terungkap bahwa gangguan lambung seorang anak
berusia enam tahun ternyata terpengaruh oleh kecemasan hati ibunya karena
teringat anak terdahulu yang lahir mati. Di antara tetesan air mata ibu itu
mengatakan bahwa setiap ia melihat seorang gadis seusi delapantahunan , ia jadi
teringat akan Christine, putrinya yang mati dalam kandungan delapan tahun yang
lalu. Ibu tersebut, sebagaimana banyak ibu lainnya, tidak mengetahui persis tempat
dimana dikuburkannya putrinya dan ia sangat ingin mengetahuinya. Banyak pula
ibu lain yang mengetahui kubur tempat dikebumikannya putrinya yang lahir mati,
akan tetapi jarang pula di antara mereka yang mengetahui dengan tepat dimana
lokasi kubur putrinya itu dikebumikan. Bahkan ada beberapa ibu yang sengaja
tidak diberitahu oleh suaminya dengan maksud agar jangan sampai teringat-ingat
selalu. Namun justru dengan itu malah terjadi kebalikannya, sang ibu malah merasa
sangat kehilangan dan malah selalu teringat-ingat oleh bayinya itu. Dan, Baru
sekaranglah dokter dan staf rumah sakit berpendapat bahwa satu-satunya cara
meringankan kesedihan karena kehilangan bayi sebelum sempat menyayanginya ini
ialah dengan melibatkan orang tua sepenuh-penuhnya pada pengurusan terakhir
bayi mereka. Sebelumnya biasalah rumah sakit yang mengambil alih “penguburan”
bayi yang lahir mati itu dari tangan orang tua.
Lalu bagaimanakah
orang harus bertindak pada kelahiran bayi tak bernyawa lagi seperti itu? Semua
ibu yang bayinya telah tak bernyawa sebelum sakit melahirkannya mulai hendaklah
diberitahu sebelum kelahiran. Namun sebenarnya hal itu sudah dapat diketahui dengan sendirinya
oleh sang ibu, sebab berhentinya gerakan dalam kandungan itu sangat jelas.
Suaminya lebih baik berada di ruang bersalin untuk memberikan bantuan moril dan
berbagai kesedihan. Staf rumah sakit yang sudah tahu bahwa bayi yang akan
dilahirkan sudah mati dan bahwa kedua orang tua sudah tahu juga, kemudian dapat
menciptakan suasana yang lebih realistis dan penuh simpati. Baik ayah maupun
ibu hendaklah diberi kesempatan melihat dan memegangi bayi mereka yang sudah
mati pada kelahiran itu. Hal ini berlaku pula pada bayi-bayi yang matinya sudah
beberapa waktu sebelumnya. Dalam hal ini segala sesuatu harus dilakukan dengan
penuh perasaan di pihak staf rumah sakit. Baru-baru ini seorang pria yang sudah
berpesan kepada rumah sakit agar ia dipanggil pada saat kelahiran bayinya yang
diketahui sudah tak bernyawa, dapat memberanikan istrinya untuk mula-mula
meraba kaki bayinya yang masih tertutup selimut dan kemudian untuk memandangi
wajah bayi itu yang sudah tak bernyawa. Memperlihatkan bayi yang sudah mati itu
hendaknya dilaksanakan juga meskiun bayinya cacad. Bagi kebanyakan orang tua,
cacad yang sudah sungguh-sungguh dilihat jauh kurang mengerikan dari pada cacad
yang hanya dibayangkan. Semua itu banyak tergantung dari bagaimana orang
menangani situasinya. Biasanya dengan diperlihatkan terlebih dahulu bagian yang
utuh.
Bagi seorang ibu
yang baru mengalami kematian bayinya dalam kandungan, yang paling sangat
diperlukan ialah seorang pendengar yang penuh perhatian. Kesulitannya ialah
bahwa dokter dan perawat di rumah sakit biasanya kurang terlatih dalam hal
menghadapi kematian pasien, yang bisa tidak bisa dapat menimbulkan rasa
kegagalan personal. Mungkin orang awam kurang menyadari betapa dokter dan
perawat dihinggapi rasa sedih dan sedikit banyak rasa bersalah pada setiap
kematian pasien yang berada di tangan mereka. Perasaan ini membuat mereka
berusaha keras untuk mengupayakan kesembuhan pasien, meskipun sebenarnya sudah
jelas tak tersembuhkan. Mengunjungi pasien dan bercakap-cakap dengannya serta
sanak keluarga yang menungguinya, sedang pasien itu sudah menanti ajal,
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Pustaka:
Hugh Jolly. “Membesarkan
Anak Secara Wajar”
(Petunjuk lengkap
cara pameliharaan anak dari seorang dokter ahli)
sabtu, 14 Febuari 2015 – 23:33 WIB
Sita Rose
Di Pangarakan, Bogor