Jumat, 04 Oktober 2013

KUMPULAN PUISI PENDEK KARYA DENMAS PRIYADI

Denmas Priyadi di Lombok (Foto: SP091257)
“Garba”

“Garbaku hiruk pikuk ba' gerumbulan gumuk
Jiwaku riakkan semarak ba' awan berarak
Hatiku adalah rasa kabarkabur kasmarani berbaur
Muntahkan segala isi kosongkan jiwa nan terkubur”

“Terkulai”
“Terkulai di pembaringan,
 tak ada yang bisa dilakukan,
 hanya tengadah ke langit-langit,
menerawang nasib sengit,
tentang jiwa yang terpingit”.

“Welas asih”
"Sifat welas asih
penuh cinta kasih
adalah cermin
 jiwa yang putih bersih" 
Sifat angkuh nan sombong
adalah cermin
pikiran dan jiwa
yang kosong melompong.

“Dalam Gelap”
“Dalam gelap menyergap,
terjerambab, tergagap sirnakan sigap
 lalu terbaring layu,
terbujur kaku, dan membeku”.

“Sejati manusia”
“Bergumul kadibyan kamulyan
 kekangkan diri, sejati manusia mesu diri.
Sisihkan angkara 'tuk sucikan jiwa,
welas asih itu yang utama”

“Elang”
“Burung elang terbang melayang
di atas hamparan luas rumput ilalang,
 lalu menukik tajam menerkam
induk ayam nyawa pun temaram”

“Jika”
"Jika di segala ranah,
 pejabatnya tak lagi amanah,
rakyat harus merubah
agar kesucian tak punah".

“Terbelalak”
"Siang terang benderang,
cuaca panas mencekam dari semalam,
 dan mata tak bisa terpejam,
terbelalak menatap masa depan nan suram"

“Gelora”
"Wajah tersenyum,
mata kernyitkan makna,
 ungkap jiwa dalam kata-kata,
 gelora rasa dalam dada".

“Carut Marut”
“Bergelut dalam pikir carut marut,
membuat kening semakin berkerut,
 saat solusi semakin jauh dari harap,
 dan, semua tak ada yang bisa kutangkap”

“Temaram”
“Saat senja temaram rayapi malam,
Cakar kaki celepuk hitam,
 cengkeram anak kelelawar bernasib kelam,
 dan merah berdarah tebarkan bau anyir darah,
sirnakan jiwa kelam,
temaram ke alam kelanggengan”

“Gita Pertala”
“Gita pertala adalah tembang jagad raya,
lantunkan kilat irama,
melodi mandala di angkasa,
 yang tebarkan merahnya merah,
 warna tanda Tuhan murka”

“Jajar Jejer”
“Kembara di alam maya,
 telusuri malam pojok Jakarta,
banyak perempuan malam,
jajar-jejer nan molek penuh pesolek,
di lampu-lampu temaram,
jajakan diri 'tuk dicolek”.

“Termakan Tamak”
"Rasa kecewa berdecak dalam lelap,
 saat mentari menyeruak di balik bukit,
 yang sakit karena tak lagi bersemak,
hilang sirna termakan tamak".
"Dada ini pun begemuruh,
pikirku hilang separuh,
karena di langit  masih ada cita-cita,
yang  belum tergapai menjelma,
dan semangatku pun cerai berai,
 semakin lalai lemah lunglai".

(Denmas Priyadi Sabtu, 06 Juli 2013 08:36 wib SP091257)